Nama : Litha Verlisya Putri Bunyamin
Nim : 120210302067
IDEOLOGI FASISME
Ideologi adalah kumpulan ide atau
gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan
"sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang
komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan
Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan
beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang
diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama
dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran
normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar
pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep
ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti
sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang
eksplisit.
Fasisme merupakan sebuah paham
politik yang mengangungkan kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Dalam paham ini,
nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat kentara. Kata fasisme
diambil dari bahasa Italia, fascio,
sendirinya dari bahasa Latin, fascis,
yang berarti seikat tangkai-tangkai kayu. Ikatan kayu ini lalu tengahnya ada
kapaknya dan pada zaman Kekaisaran Romawi dibawa di depan pejabat tinggi.
Fascis ini merupakan simbol daripada kekuasaan pejabat pemerintah.
Kemunculan fasisme sebagai reaksi
terhadap liberalisme dan positivise yang terlihat dari kecenderungannya yang
anti intelektualisme dan dikmatisme. Fasisme merupakan mansifestasi dari
kekecewaan terhadap kebebasan individual dan kebebasan berfikir.
Muncul Dan Berkembangnnya Fasis
Fasisme (fascism) merupakan pengorganisasian pemerintah dan masyarakat
secara totoaliter, oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis
rasialis, militeristis, dan imperialis. Italia merupakan negara pertama yang
menjadi Fasis (1922) menyusul jerman tahun 1933 dan kemudian Spanyol melalui
perang saudara yang pecah tahun 1936. Di Asia Jepang berubah menjadi fasis
dalam tahun 1930-an melalui perubahan secara perlahan ke arah lembaga-lembaga
yang totaliter setelah menyimpang dari budaya aslinya.
Fasis muncul dan berkembang di
negara-negara yang relatif lebih makmur dan secara teknologi lebih maju. Fasis
merupakan produk dari masyarakat-masyarakat prademokrasi dan pasca industri.
Kaum fasis tidak mungkin merebut kekuasaan dinegara-negara yang tidak memiliki
pengalaman demokrasi sama sekali. Pengalaman negara demokrasi yang dirasakan
semu oleh masyarakat bahkan mengalami kegagalan dengan indikator adanya proses
sentralisasi kekuasaan pada segelintir elit penguasa, terbentunya monopoli dan
oligopoli dibidang ekonomi, besarnya tingkat pengangguran baik dikalangan kelas
bawah seperti buruh, petani atau kelas menengah atas sepserti kaum cendikiawan,
kaum industialis, maupun pemilik modal, ini adalah lahan yang subur bai gerakan
fasis untuk melancarkan propagandanya
Semakin keras dan teoritis
gerakan-gerakan fasis semakin besar pula dukungan rakyat yang diperolehnya.
Fasis di Jerman merupakan gerakan politik yang paling berutal tetapi sekaligus
paling populer. Kondisi penting lainnya untuk pertumbuhan fasisme adalah
pencapaian tingkat atau tahap tertentu dalam perkembangan industri. Dalam
setiap perkembangan industri akan muncul ketegangan-ketegangan sosial dan
ekonomi. Negara fasis mengingkari adanya kepentingan yang berbeda dalam masyarakat.
Kalupun mereka dengan setengah hati mengakui adanya keragaman kepentingan dalam
masyarakat, maka negara fasis itu akan mengatasi atau menghilangakan perbedaan
itu dengan kekerasan.
Dalam masyarakat industri fasis
menarik minat pada dua kelompok masyarakat secara khusus, pertama sistem itu
menarik sekelompok kecil Industriawan dan tuan tunah yang bersedia membiayai
gerakan fasis dengan harapan sistem itu dapat melenyapkan serikat-serikat buruh
bebas, kedua menarik kelas menengah bawah terutama dikalangan pegawai negeri.
Golongan ini lebih merasa aman dibanding bekerjasama dengan kaum proletar.
Kelompok sosial lain yang sangat
rentan terhadap propaganda fasis adalah kelompok militer. Baik yang terjadi di
Jerman, Jepang, pernan militer dalam pergerakan fasisme sangat dominan,
demikianpun halnya dengan Italia. Di Argentina pemerintah yang semi
konstitusional di singkirkan melalui suatu pemberontakan yang dilakukan oleh
Perwira muda dibawah pimpinan Peron, yang memulai fasisme dengan gayanya
sendiri dan dari namanya sendiri yaitu Peronismo.
Pada abad ke-20, fasisme muncul di
Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara itu di Jerman, juga muncul
sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme, yaitu Nazisme pimpinan
Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena yang ditekankan
tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme dan rasisme yang sangat
sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka membantai bangsa-bangsa
lain yang dianggap lebih rendah.
Fasisme dikenal sebagai ideologi
yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia menyebar dengan pesat di
seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan berkuasanya rezim fasis di
Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara seperti Yunani,
Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara pemerintah
yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya
dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin
sistem semacam itu di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan
kekerasan menjadi hukum mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui
polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa
takut. Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua
tingkatan kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama hingga seni,
struktur pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik hingga
kehidupan pribadi rakyatnya. Pada akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh
kaum fasis, merupakan salah satu malapetaka terbesar dalam sejarah umat
manusia, yang merenggut nyawa 55 juta orang.
Akar Filsafat dan Doktrin Fasisme
Akar-akar filsafat fasisme bisa
dilacak dalam pemikiran-pemikiran Plato, Aristoteles, Hegel, Rosenberg, Doriot,
Farinasi, Gobinau, Sorel, Darwin, Zietzche, Marinetti, OswaldSpengler,
Chamberlain. Fasisme memiliki akar-akar intelektual dan filosofis ratusan
bahkan ribuan tahun yang lalu. Dalam bentuk yang modern dan kontemporer dan
dalam formatnya yang par exellence terjadi
ketika Benito Mussolini menguasasi Italia (1922) Hitler dengan Nazinya
mendominasi jerman (1933) Franco berkuasa di Spanyol (1936) TennoHeika
memerintah jepang (1930-an) dan Amerika Latin dimasa kekuasan Juan Peron
(1950-an). Suhelmi (2004:334).
Unsur-unsur
pokok fasisme terdiri dari tujuh unsur
Pertama, ketidak
percayaan pada kemampuan nalar. Bagi fasisme, keyakinan yang bersifat fanatik
dan dogmatic adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan tidak boleh lagi
didiskusikan. Terutama pemusnahan nalar digunakan dalam rangka “tabu” terhadap
masalah ras, kerajaan atau pemimpin.
Kedua,
pengingkaran derajat kemanusiaan. Bagi fasisme manusia tidaklah sama, justru
pertidaksamaanlah yang mendorong munculnya idealisme mereka. Bagi fasisme, pria
melampaui wanita, militer melampaui sipil, anggota partai melampaui bukan
anggota partai, bangsa yang satu melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus
melampaui yang lemah. Jadi fasisme menolak konsep perramaan tradisi
yahudi-kristen (dan juga Islam) yang berdasarkan aspek kemanusiaan, dan
menggantikan dengan ideology yang mengedepankan kekuatan.
Ketiga, kode
prilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan. Dalam pandangan fasisme,
negara adalah satu sehingga tidak dikenal istilah “oposan”. Jika ada yang
bertentangan dengan kehendak negara, maka mereka adalah musuh yang harus
dimusnahkan. Dalam pendidikan mental, mereka mengenal adanya indoktrinasi pada
kamp-kamp konsentrasi. Setiap orang akan dipaksa dengan jalan apapun untuk
mengakui kebenaran doktrin pemerintah. Hitler konon pernah mengatakan, bahwa
“kebenaran terletak pada perkataan yang berulang-ulang”. Jadi, bukan terletak
pada nilai obyektif kebenarannya.
Keempat,
pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam prinsip fasis, pemerintahan harus
dipimpin oleh segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota
masyarakat. Jika ada pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah keinginan
si-elit.
Kelima,
totaliterisme. Untuk mencapai tujuannya, fasisme bersifat total dalam
meminggirkan sesuatu yang dianggap “kaum pinggiran”. Hal inilah yang dialami
kaum wanita, dimana mereka hanya ditempatkan pada wilayah 3 K yaitu: kinder
(anak-anak), kuche (dapur) dan kirche (gereja). Bagi anggota masyarakat, kaum
fasis menerapkan pola pengawasan yang sangat ketat. Sedangkan bagi kaum
penentang, maka totaliterisme dimunculkan dengan aksi kekerasan seperti
pembunuhan dan penganiayaan.
Keenam, Rasialisme
dan imperialisme. Menurut doktrin fasis, dalam suatu negara kaum elit lebih
unggul dari dukungan massa dan karenanya dapat memaksakan kekerasan kepada
rakyatnya. Dalam pergaulan antar negara maka mereka melihat bahwa bangsa elit,
yaitu mereka lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya. Fasisme juga merambah
jalur keabsahan secara rasialis, bahwa ras mereka lebih unggul dari pada
lainnya, sehingga yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian hal ini
memunculkan semangat imperialisme.
Ketujuh, fasisime
memiliki unsur menentang hukum dan ketertiban internasional. Konsensus
internasional adalah menciptakan pola hubungan antar negara yang sejajar dan
cinta damai. Sedangkan fasis dengan jelas menolak adanya persamaan tersebut.
Dengan demikian fasisme mengangkat perang sebagai derajat tertinggi bagi
peradaban manusia. Sehingga dengan kata lain bertindak menentang hukum dan
ketertiban internasional.
Perkembangan Fasis Saat Ini
Ebenstein (2006:154) mengatakan
fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi negara-negara yang
menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan
gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika dilihat-gejala-gejala masih
ada.
Gejala-gejala ini bisa dilihat
adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika serikat yang
anti-intelektual yang melemahkan proses-proses rasionalitas. Gejala lain adalah
munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain adalah bermunculan
keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul akibat ketidak
berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif praktis
bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu diantara
campuran-campuran kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda.
Fasisme di
Indonesia
Di Indonesia sendiri, paham atau
ajaran akan fasisme tidak begitu setenar yang ada di kawasan Eropa. Artinya
penerapan dari ajaran fasis itu sendiri hanya diimplementasikan disektor-sektor
tertentu saja. Contoh penerapan fasisme yang nyata di Indonesia adalah ketika
rezim Orde Baru yang sangat totaliter memimpin negeri ini dengan Jendral
Soeharto sebagai ujung tombaknya. Masa dimana ketika industrialisasi sedang
gencar-gencarnya dilakukan ditiap-tiap daerah dan kekuasaan yang sifatnya
sentralistis. Namun, yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah paham atau
ajaran fasisme ini telah mati setelah Era Reformasi mulai bergulir di Indonesia
?
Seperti
kita ketahui bersama, bahwa semenjak jatuhnya rezim yang sangat totaliter
dibawah pimpinan Presiden Soeharto, seakan-akan demokrasi di Indonesia telah
membuka pintu gerbangnya kearah demokrasi yang lebih terbuka dan adil yang
mampu untuk mensejahterakan rakyatnya untuk kehidupan yang lebih lagi. Namun,
pada kenyataannya adalah tidak sama sekali!. Artinya, karena kebebasan yang
mungkin terlalu bebas semakin membuat demokrasi kita menjadi demokrasi yang
cacat dan berujung pada pragmatisme dalam melakukan perjuangan. Politik
sektarianisme sangatlah kental diterapkan dinegara kita saat ini, bagaimana
distribusi kekuasaan yang harusnya memang mengalir dan dinamis dalam tubuh
masyarakat, sekarang hanya menjadi distribusi yang berporos pada kerabat, teman
dekat, atau bahkan keluarga. Disinilah yang kemudian memunculkan paradigma
kepentingan rakyat yang bergeser pada kepentingan golongan atau pribadi yang
tentunya berimbas pada kesejahteraan rakyat yang kurang merata.
Salah
satu bukti kegagalan demokrasi masa reformasi ini adalah masih banyaknya
masyarakat kita yang miskin dan tidak perpendidikan. Ini bisa dibuktikan dengan
Indeks Pertumbuhan Manusia (IPM) kita yang masih berada dibawah 100 negara
lainnya, bahkan Singapura maupun Malaysia. Dan iitu juga dibuktikan dengan
pendapatan perkapita kita yang hanya 4.200 (dollar AS) dari 245,6 juta jiwa
penduduk yang ada (Kompas:16 November 2011). Ini telah membuktikan bahwa negara
kita adalah termasuk negara yang miskin didunia. Meskipun tingkat PDB kita
mengalami peningkatan menjadi 6,1 persen, namun itu hanyalah berdasarkan
akumulasi data dari hasil inflasi yang notabennya adalah hasil dari investasi
asing yang masuk ke negara kita.
Ini
tidak lain adalah akibat dari adanya sistem ekonomi kita yang cenderung
bergerak kearah neoliberalisme. Sehingga itu yang kemudian membuat rakyat atau
masyarakat kita semakin sengsara akibat banyaknya perusahan MNC yang masuk dan
mulai menguasai pasar yang ada di Indonesia. Dan imbasnya adalah kemiskinan
yang semakin merajalela dan kesejahteraan hidup masyarakat yang terbelakang
menjadi sangat jauh dari apa yang dicita-citakan dalam butir pancasila. Inilah
yang memunculkan stigma bahwa pemerintahpun seolah sudah tidak peduli terhadap
permasalahan kemiskinan yang ada di Indonesia. Begitu kuatnya intervensi dari
pihak asing yang membuat pemerintah sendiri dalam menetapkan segala bentuk
kebijakannya cenderung merugikan rakyat kecil. Pembangunan sejumlah mall di
daerah-daerah subur, beras yang banyak mengimpor dari negara lain,
ladang-ladang persawahan yang mulai disulap menjadi villa ataupun perumahan,
dan masih banyak lagi contoh kebijakan atau penataan sejumlah daerah yang
terkesan sangat tidak memperhatikan kelanjutan dari masa depan Indonesia.
Memang,
klaim dari pemerintahan mengenai berkurangnya penduduk yang hidupnya dibawah
garis kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang meningkat sangatlah santer
diberitakan. Namun pada kenyataannya, kesenjangan sosial antara kaum pemilik
modal dengan para pekerja atau buruh sangatlah signifikan. Sekali lagi, inilah
bukti dari kegagalan pemerintah terhadap masalah belenggu kemiskinan yang
melanda Indonesia sejak dulu. Dan disinilah letak justifikasi terhadap bagaimana
demokrasi yang berjalan di Indonesia cenderung berbau nilai-nilai fasisme.
Tidak ada kebijakan yang mengarah pada rasio keadilan, kesenjangan sosial
antara kaum kaya dan miskin yang semakin melebar, dan politik yang cenderung
mengarah pada demokrasi sektarianis inilah yang menunjukkan adanya fasisme gaya
baru yang mulai merongrong dan memasuki sistem ataupun dinamika sosial di
negara kita.
Maka dari itu, pembenahan-pembenahan
harus segera dilakukan, baik itu dari pemerintah, maupun masyarakatnya sendiri.
Dari pemerintah misalnya, bagaimana pemerintah harus selalu mengutamakan
kepentingan rakyat ketimbang mengadakan perjanjian dengan pihak-pihak asing
yang notabennya itu adalah suatu bentuk imperialisme gaya baru didunia saat
ini. Pun juga dengan masalah politis dalam dinamika demokrasi, artinya
pragmatisme dalam mencari kekuasaan harus segera ditinggalkan dan mulailah
kembali kearah perjuangan nilai-nilai yang mungkin selama ini mulai tergerus
oleh rakusnya sifat yang cenderung hanya untuk berkuasa dan menghasilkan
prestise sesaat. Dan untuk masyarakatnya sendiri, yaitu harus ada yang namanya
perubahan paradigma berpikir dalam diri masyarakat. Artinya deliberasi publik
sangatlah dibutuhkan untuk kemudian ikut melakukan kontrol terhadap kebijakan
yang akan maupun telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan begitu, demokrasi
yang memang benar-benar matang dan sesuai dengan asas demokratisnya akan datang
sendiri pada kita, yang berujung pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Kelebihan dan Kekurangan Ideologi Fasisme
Keunggulan Ideologi Fasisme antara lain:
a. Memiliki rasa kesatuan
nasional.
Sisi baik
yang menonjol dari Ideologi fasisme ini adalah menguatkan kesatuan dan
kesetiakawanan nasional. Karena dalam Ideoligi ini memiliki sifat ultra Nasionalis
sehingga rasa serta tingkat persatuannya sangat tinggi. kesatuan dalam
pemerintahan diktator tidak mengalami gangguan. jika terdapat hal yang mengganggu kesatuan tersebut,
maka akan dimusnahkan untuk mempertahankan kesatuan tersebut.
b.Memiliki tingkat pengawasan dan
kedisiplinan yang tinggi.
Dalam
pelaksanaannya, Ideologi fasisme ini memiliki sistem pengawasan yang begitu
ketan dan mereka menindas hal yang tidak displin dan ketidak tepat
gunaan. Ideologi Fasisme juga menentukan semua keinginan badan administrasi dan
merangkup segala bidang populasi. Diktator sangat mudah dalam menetapkan satu
hukum pemerintahan, dimana sangat dipatuhi tampa mengalami kendala yang berat.
Dalam ekonomi pun Ideologi ini bisa menghapuskan pemborosan dari segi
produksi dan administrasi, serta membasmi korupsi dan menyelenggarakan
kedisiplinan pejabat. Didalam pemerintahan fasisme tidak terdapat celah
pemogokan dan aksi- aksi demontrasi, yang bisa mempengaruhi sistem pemerintahan
maupun ekonomi.
c. Dapat mengambil keputusan pemerintahan yang cepat
Ideologi
Fasisme sangat mudah dan cepat dalam menangani suatu kendala ataupun
dalam pengambilan keputusan, terutama keadaan darurat daripada Ideologi
ini bisa dengan segera mengerahkan seluruh bangsa dalam waktu singkat,
bahkan mereka bergerak secara langsung melaksanakan perintah. Karena tidak ada
yang akan memberontak padaturunnya keputusan pemerintah
d. Pemerintahan dipegang oleh Orang yang Ahli
Dikarenakan pemilihan pemerintahan ini berdasarkan kaum elit dan yang terkuat,
maka tidak lain yang memerintah dalam Negara berideologi Fasisme adalah orang
yang unggul dan dengan mudah dan sukses, menggunakan perlengkapan
dan menciptakan sistem pemerintahan yang tangkas, berdaya guna,
setia.
Sedangkan kelemahan dari ideology fasisme ini adalah berhadapan
dengan tekanan dan kekerasan, sehingga membuat
rakyat menjadi gemetar ketakutan. Diktator fasis
dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana
kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi
hukum—mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan
milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut.
DAFTAR
PUSTAKA
Afrendi
Hanna. 1966. Origins of. Totalitarianism.
New York: HarcourtBrace
Jovanivich, inc
Ebenstein,
Wiliam. 2006. Isme-Isme yang mengguncang Dunia Komunisme
Fasisme
kapitalisme Sosialisme. Yogyakarta: Narasi
Suhelmi
Ahmad.2004. Pemikiran Politik Barat
Kajian Sejarah Perkembangan
Pemikiran
Negara, Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta:PT. Gramedia
Pustaka Utama
Wiliam
Ebenstein and Edwin fogelmen.1985. Isme-Isme
Dewasa Ini (Edisi
terjemahan oleh Alex Jemadu). Jakarta : Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar