Kamis, 18 Desember 2014

Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual



Nama : Litha Verlisya Putri Bunyamin
Nim : 120210302067

IDEOLOGI FASISME
Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.
Fasisme merupakan sebuah paham politik yang mengangungkan kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat kentara. Kata fasisme diambil dari bahasa Italia, fascio, sendirinya dari bahasa Latin, fascis, yang berarti seikat tangkai-tangkai kayu. Ikatan kayu ini lalu tengahnya ada kapaknya dan pada zaman Kekaisaran Romawi dibawa di depan pejabat tinggi. Fascis ini merupakan simbol daripada kekuasaan pejabat pemerintah.
Kemunculan fasisme sebagai reaksi terhadap liberalisme dan positivise yang terlihat dari kecenderungannya yang anti intelektualisme dan dikmatisme. Fasisme merupakan mansifestasi dari kekecewaan terhadap kebebasan individual dan kebebasan berfikir.

Muncul Dan Berkembangnnya Fasis
Fasisme (fascism) merupakan pengorganisasian pemerintah dan masyarakat secara totoaliter, oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat nasionalis rasialis, militeristis, dan imperialis. Italia merupakan negara pertama yang menjadi Fasis (1922) menyusul jerman tahun 1933 dan kemudian Spanyol melalui perang saudara yang pecah tahun 1936. Di Asia Jepang berubah menjadi fasis dalam tahun 1930-an melalui perubahan secara perlahan ke arah lembaga-lembaga yang totaliter setelah menyimpang dari budaya aslinya.
Fasis muncul dan berkembang di negara-negara yang relatif lebih makmur dan secara teknologi lebih maju. Fasis merupakan produk dari masyarakat-masyarakat prademokrasi dan pasca industri. Kaum fasis tidak mungkin merebut kekuasaan dinegara-negara yang tidak memiliki pengalaman demokrasi sama sekali. Pengalaman negara demokrasi yang dirasakan semu oleh masyarakat bahkan mengalami kegagalan dengan indikator adanya proses sentralisasi kekuasaan pada segelintir elit penguasa, terbentunya monopoli dan oligopoli dibidang ekonomi, besarnya tingkat pengangguran baik dikalangan kelas bawah seperti buruh, petani atau kelas menengah atas sepserti kaum cendikiawan, kaum industialis, maupun pemilik modal, ini adalah lahan yang subur bai gerakan fasis untuk melancarkan propagandanya
Semakin keras dan teoritis gerakan-gerakan fasis semakin besar pula dukungan rakyat yang diperolehnya. Fasis di Jerman merupakan gerakan politik yang paling berutal tetapi sekaligus paling populer. Kondisi penting lainnya untuk pertumbuhan fasisme adalah pencapaian tingkat atau tahap tertentu dalam perkembangan industri. Dalam setiap perkembangan industri akan muncul ketegangan-ketegangan sosial dan ekonomi. Negara fasis mengingkari adanya kepentingan yang berbeda dalam masyarakat. Kalupun mereka dengan setengah hati mengakui adanya keragaman kepentingan dalam masyarakat, maka negara fasis itu akan mengatasi atau menghilangakan perbedaan itu dengan kekerasan.
Dalam masyarakat industri fasis menarik minat pada dua kelompok masyarakat secara khusus, pertama sistem itu menarik sekelompok kecil Industriawan dan tuan tunah yang bersedia membiayai gerakan fasis dengan harapan sistem itu dapat melenyapkan serikat-serikat buruh bebas, kedua menarik kelas menengah bawah terutama dikalangan pegawai negeri. Golongan ini lebih merasa aman dibanding bekerjasama dengan kaum proletar.
Kelompok sosial lain yang sangat rentan terhadap propaganda fasis adalah kelompok militer. Baik yang terjadi di Jerman, Jepang, pernan militer dalam pergerakan fasisme sangat dominan, demikianpun halnya dengan Italia. Di Argentina pemerintah yang semi konstitusional di singkirkan melalui suatu pemberontakan yang dilakukan oleh Perwira muda dibawah pimpinan Peron, yang memulai fasisme dengan gayanya sendiri dan dari namanya sendiri yaitu Peronismo.
Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara itu di Jerman, juga muncul sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme, yaitu Nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena yang ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme dan rasisme yang sangat sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka membantai bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih rendah.
Fasisme dikenal sebagai ideologi yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut. Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik hingga kehidupan pribadi rakyatnya. Pada akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh kaum fasis, merupakan salah satu malapetaka terbesar dalam sejarah umat manusia, yang merenggut nyawa 55 juta orang.

Akar Filsafat dan Doktrin Fasisme
Akar-akar filsafat fasisme bisa dilacak dalam pemikiran-pemikiran Plato, Aristoteles, Hegel, Rosenberg, Doriot, Farinasi, Gobinau, Sorel, Darwin, Zietzche, Marinetti, OswaldSpengler, Chamberlain. Fasisme memiliki akar-akar intelektual dan filosofis ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Dalam bentuk yang modern dan kontemporer dan dalam formatnya yang par exellence terjadi ketika Benito Mussolini menguasasi Italia (1922) Hitler dengan Nazinya mendominasi jerman (1933) Franco berkuasa di Spanyol (1936) TennoHeika memerintah jepang (1930-an) dan Amerika Latin dimasa kekuasan Juan Peron (1950-an). Suhelmi (2004:334).

Unsur-unsur pokok fasisme terdiri dari tujuh unsur

Pertama, ketidak percayaan pada kemampuan nalar. Bagi fasisme, keyakinan yang bersifat fanatik dan dogmatic adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan tidak boleh lagi didiskusikan. Terutama pemusnahan nalar digunakan dalam rangka “tabu” terhadap masalah ras, kerajaan atau pemimpin.
Kedua, pengingkaran derajat kemanusiaan. Bagi fasisme manusia tidaklah sama, justru pertidaksamaanlah yang mendorong munculnya idealisme mereka. Bagi fasisme, pria melampaui wanita, militer melampaui sipil, anggota partai melampaui bukan anggota partai, bangsa yang satu melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus melampaui yang lemah. Jadi fasisme menolak konsep perramaan tradisi yahudi-kristen (dan juga Islam) yang berdasarkan aspek kemanusiaan, dan menggantikan dengan ideology yang mengedepankan kekuatan.
Ketiga, kode prilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan. Dalam pandangan fasisme, negara adalah satu sehingga tidak dikenal istilah “oposan”. Jika ada yang bertentangan dengan kehendak negara, maka mereka adalah musuh yang harus dimusnahkan. Dalam pendidikan mental, mereka mengenal adanya indoktrinasi pada kamp-kamp konsentrasi. Setiap orang akan dipaksa dengan jalan apapun untuk mengakui kebenaran doktrin pemerintah. Hitler konon pernah mengatakan, bahwa “kebenaran terletak pada perkataan yang berulang-ulang”. Jadi, bukan terletak pada nilai obyektif kebenarannya.
Keempat, pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam prinsip fasis, pemerintahan harus dipimpin oleh segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh anggota masyarakat. Jika ada pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah keinginan si-elit.
Kelima, totaliterisme. Untuk mencapai tujuannya, fasisme bersifat total dalam meminggirkan sesuatu yang dianggap “kaum pinggiran”. Hal inilah yang dialami kaum wanita, dimana mereka hanya ditempatkan pada wilayah 3 K yaitu: kinder (anak-anak), kuche (dapur) dan kirche (gereja). Bagi anggota masyarakat, kaum fasis menerapkan pola pengawasan yang sangat ketat. Sedangkan bagi kaum penentang, maka totaliterisme dimunculkan dengan aksi kekerasan seperti pembunuhan dan penganiayaan.
Keenam, Rasialisme dan imperialisme. Menurut doktrin fasis, dalam suatu negara kaum elit lebih unggul dari dukungan massa dan karenanya dapat memaksakan kekerasan kepada rakyatnya. Dalam pergaulan antar negara maka mereka melihat bahwa bangsa elit, yaitu mereka lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya. Fasisme juga merambah jalur keabsahan secara rasialis, bahwa ras mereka lebih unggul dari pada lainnya, sehingga yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian hal ini memunculkan semangat imperialisme.
Ketujuh, fasisime memiliki unsur menentang hukum dan ketertiban internasional. Konsensus internasional adalah menciptakan pola hubungan antar negara yang sejajar dan cinta damai. Sedangkan fasis dengan jelas menolak adanya persamaan tersebut. Dengan demikian fasisme mengangkat perang sebagai derajat tertinggi bagi peradaban manusia. Sehingga dengan kata lain bertindak menentang hukum dan ketertiban internasional.

Perkembangan Fasis Saat Ini
Ebenstein (2006:154) mengatakan fasis mungkin tidak lagi merupakan sebagai ancaman bagi negara-negara yang menganut sistem demokrasi yang terkemuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan gejala-gejala untuk megambil oper pemerintah jika dilihat-gejala-gejala masih ada.
Gejala-gejala ini bisa dilihat adanya gerakan-gerakan yang terjadi misalnya di Amerika serikat yang anti-intelektual yang melemahkan proses-proses rasionalitas. Gejala lain adalah munculnya gejala rasialisme dibebarapa negara, gejala lain adalah bermunculan keresahan-keresahan sosial di tengah masyarakat yang muncul akibat ketidak berhasilan sistem demokrasi, yang juga anti komunis. Alternatif praktis bukanlah diantara 100 persen baik dan 100 persen jahat, tetapi selalu diantara campuran-campuran kedua keadan itu dengan porsi yang berbeda.

Fasisme di Indonesia
Di Indonesia sendiri, paham atau ajaran akan fasisme tidak begitu setenar yang ada di kawasan Eropa. Artinya penerapan dari ajaran fasis itu sendiri hanya diimplementasikan disektor-sektor tertentu saja. Contoh penerapan fasisme yang nyata di Indonesia adalah ketika rezim Orde Baru yang sangat totaliter memimpin negeri ini dengan Jendral Soeharto sebagai ujung tombaknya. Masa dimana ketika industrialisasi sedang gencar-gencarnya dilakukan ditiap-tiap daerah dan kekuasaan yang sifatnya sentralistis. Namun, yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah paham atau ajaran fasisme ini telah mati setelah Era Reformasi mulai bergulir di Indonesia ?
            Seperti kita ketahui bersama, bahwa semenjak jatuhnya rezim yang sangat totaliter dibawah pimpinan Presiden Soeharto, seakan-akan demokrasi di Indonesia telah membuka pintu gerbangnya kearah demokrasi yang lebih terbuka dan adil yang mampu untuk mensejahterakan rakyatnya untuk kehidupan yang lebih lagi. Namun, pada kenyataannya adalah tidak sama sekali!. Artinya, karena kebebasan yang mungkin terlalu bebas semakin membuat demokrasi kita menjadi demokrasi yang cacat dan berujung pada pragmatisme dalam melakukan perjuangan. Politik sektarianisme sangatlah kental diterapkan dinegara kita saat ini, bagaimana distribusi kekuasaan yang harusnya memang mengalir dan dinamis dalam tubuh masyarakat, sekarang hanya menjadi distribusi yang berporos pada kerabat, teman dekat, atau bahkan keluarga. Disinilah yang kemudian memunculkan paradigma kepentingan rakyat yang bergeser pada kepentingan golongan atau pribadi yang tentunya berimbas pada kesejahteraan rakyat yang kurang merata.
            Salah satu bukti kegagalan demokrasi masa reformasi ini adalah masih banyaknya masyarakat kita yang miskin dan tidak perpendidikan. Ini bisa dibuktikan dengan Indeks Pertumbuhan Manusia (IPM) kita yang masih berada dibawah 100 negara lainnya, bahkan Singapura maupun Malaysia. Dan iitu juga dibuktikan dengan pendapatan perkapita kita yang hanya 4.200 (dollar AS) dari 245,6 juta jiwa penduduk yang ada (Kompas:16 November 2011). Ini telah membuktikan bahwa negara kita adalah termasuk negara yang miskin didunia. Meskipun tingkat PDB kita mengalami peningkatan menjadi 6,1 persen, namun itu hanyalah berdasarkan akumulasi data dari hasil inflasi yang notabennya adalah hasil dari investasi asing yang masuk ke negara kita.
            Ini tidak lain adalah akibat dari adanya sistem ekonomi kita yang cenderung bergerak kearah neoliberalisme. Sehingga itu yang kemudian membuat rakyat atau masyarakat kita semakin sengsara akibat banyaknya perusahan MNC yang masuk dan mulai menguasai pasar yang ada di Indonesia. Dan imbasnya adalah kemiskinan yang semakin merajalela dan kesejahteraan hidup masyarakat yang terbelakang menjadi sangat jauh dari apa yang dicita-citakan dalam butir pancasila. Inilah yang memunculkan stigma bahwa pemerintahpun seolah sudah tidak peduli terhadap permasalahan kemiskinan yang ada di Indonesia. Begitu kuatnya intervensi dari pihak asing yang membuat pemerintah sendiri dalam menetapkan segala bentuk kebijakannya cenderung merugikan rakyat kecil. Pembangunan sejumlah mall di daerah-daerah subur, beras yang banyak mengimpor dari negara lain, ladang-ladang persawahan yang mulai disulap menjadi villa ataupun perumahan, dan masih banyak lagi contoh kebijakan atau penataan sejumlah daerah yang terkesan sangat tidak memperhatikan kelanjutan dari masa depan Indonesia.
            Memang, klaim dari pemerintahan mengenai berkurangnya penduduk yang hidupnya dibawah garis kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang meningkat sangatlah santer diberitakan. Namun pada kenyataannya, kesenjangan sosial antara kaum pemilik modal dengan para pekerja atau buruh sangatlah signifikan. Sekali lagi, inilah bukti dari kegagalan pemerintah terhadap masalah belenggu kemiskinan yang melanda Indonesia sejak dulu. Dan disinilah letak justifikasi terhadap bagaimana demokrasi yang berjalan di Indonesia cenderung berbau nilai-nilai fasisme. Tidak ada kebijakan yang mengarah pada rasio keadilan, kesenjangan sosial antara kaum kaya dan miskin yang semakin melebar, dan politik yang cenderung mengarah pada demokrasi sektarianis inilah yang menunjukkan adanya fasisme gaya baru yang mulai merongrong dan memasuki sistem ataupun dinamika sosial di negara kita.
Maka dari itu, pembenahan-pembenahan harus segera dilakukan, baik itu dari pemerintah, maupun masyarakatnya sendiri. Dari pemerintah misalnya, bagaimana pemerintah harus selalu mengutamakan kepentingan rakyat ketimbang mengadakan perjanjian dengan pihak-pihak asing yang notabennya itu adalah suatu bentuk imperialisme gaya baru didunia saat ini. Pun juga dengan masalah politis dalam dinamika demokrasi, artinya pragmatisme dalam mencari kekuasaan harus segera ditinggalkan dan mulailah kembali kearah perjuangan nilai-nilai yang mungkin selama ini mulai tergerus oleh rakusnya sifat yang cenderung hanya untuk berkuasa dan menghasilkan prestise sesaat. Dan untuk masyarakatnya sendiri, yaitu harus ada yang namanya perubahan paradigma berpikir dalam diri masyarakat. Artinya deliberasi publik sangatlah dibutuhkan untuk kemudian ikut melakukan kontrol terhadap kebijakan yang akan maupun telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan begitu, demokrasi yang memang benar-benar matang dan sesuai dengan asas demokratisnya akan datang sendiri pada kita, yang berujung pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kelebihan dan Kekurangan Ideologi Fasisme
Keunggulan Ideologi Fasisme antara lain:

a. Memiliki rasa kesatuan nasional.
Sisi baik yang menonjol dari Ideologi fasisme ini adalah menguatkan kesatuan dan kesetiakawanan nasional. Karena dalam Ideoligi ini memiliki sifat ultra Nasionalis sehingga rasa serta tingkat persatuannya sangat tinggi. kesatuan dalam pemerintahan diktator tidak mengalami gangguan. jika terdapat hal yang mengganggu kesatuan tersebut, maka akan dimusnahkan untuk mempertahankan kesatuan tersebut.

b.Memiliki tingkat pengawasan dan kedisiplinan yang tinggi.
Dalam pelaksanaannya, Ideologi fasisme ini memiliki sistem pengawasan yang begitu ketan dan mereka  menindas hal yang tidak displin dan ketidak tepat gunaan. Ideologi Fasisme juga menentukan semua keinginan badan administrasi dan merangkup segala bidang populasi. Diktator sangat mudah dalam menetapkan satu hukum pemerintahan, dimana sangat dipatuhi tampa mengalami kendala yang berat. Dalam ekonomi pun Ideologi ini  bisa menghapuskan pemborosan dari segi produksi dan administrasi, serta membasmi korupsi dan menyelenggarakan kedisiplinan pejabat. Didalam pemerintahan fasisme tidak terdapat celah pemogokan dan aksi- aksi demontrasi, yang bisa mempengaruhi sistem pemerintahan maupun ekonomi.



c. Dapat mengambil keputusan pemerintahan yang cepat
Ideologi Fasisme  sangat mudah dan cepat dalam menangani suatu kendala ataupun dalam pengambilan keputusan, terutama  keadaan darurat daripada Ideologi ini  bisa dengan segera mengerahkan seluruh bangsa dalam waktu singkat, bahkan mereka bergerak secara langsung melaksanakan perintah. Karena tidak ada yang akan memberontak padaturunnya keputusan pemerintah

d. Pemerintahan dipegang oleh Orang yang Ahli
Dikarenakan pemilihan pemerintahan ini berdasarkan kaum elit dan yang terkuat, maka tidak lain yang memerintah dalam Negara berideologi Fasisme adalah orang yang unggul  dan  dengan mudah dan sukses, menggunakan perlengkapan dan menciptakan sistem pemerintahan  yang tangkas, berdaya guna,  setia.

            Sedangkan kelemahan dari ideology fasisme ini adalah berhadapan dengan tekanan dan kekerasan, sehingga  membuat rakyat menjadi  gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum—mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut.








DAFTAR PUSTAKA

Afrendi Hanna. 1966. Origins of. Totalitarianism. New York: HarcourtBrace
Jovanivich, inc
Ebenstein, Wiliam. 2006.  Isme-Isme yang mengguncang Dunia Komunisme
Fasisme kapitalisme Sosialisme. Yogyakarta: Narasi
Suhelmi Ahmad.2004. Pemikiran Politik Barat Kajian Sejarah Perkembangan
Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta:PT. Gramedia
Pustaka Utama
Wiliam Ebenstein and Edwin fogelmen.1985. Isme-Isme Dewasa Ini (Edisi
terjemahan oleh Alex Jemadu). Jakarta : Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar