Selasa, 23 Desember 2014

Sejarah Intelektual



NAMA                       : Litha Verlisya PB
NIM                            : 120210302067
PRODI                       : FKIP Sejarah
MATA KULIAH      : Sejarah Intelektual

NASIONALISME

Secara etimologi,  nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air; memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa; memiliki rasa solidaritas terhadap musibah dan kekurangberuntungan saudara setanah air, sebangsa dan senegara; persatuan dan kesatuan. Nasionalisme dapat juga diartikan sebagai paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan negara (nation) dengan mewujudkan suatu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang harus diberikankepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara dan bangsa.
Ada 2 (dua) macam arti nasionalisme
1)   Nasionalisme dalam arti sempit: paham kebangsaan yang berlebihan dengan memandang bangsa sendiri lebih tinggi (unggul) dari bangsa lain. Paham ini disebut dengan istilah “Chauvinisme”. Chauvinisme pernah dianut di Italia (masa Bennito Mussolini); Jepang (masa Tenno Haika) dan Jerman (masa Adolf Hitler).
2)   Nasionalisme dalam arti luas : paham kebangsaan yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu terhadap bangsa dan tanah airnnya dengan memandang bangsanya itu merupakan bagian dari bangsa lain di dunia. Nasionalisme arti luas mengandung prinsip-prinsip: kebersamaan; persatuan dan kesatuan; dan demokrasi (demokratis).

Kebanyakan teori menyebutkan bahwa nasionalisme dan nilai-nilainya berasal dari Eropa. Sebelum abad ke-17, belum terbentuk satu negara nasional pun di Eropa. Yang ada pada periode itu adalah kekuasaan kekaisaran-kekaisaran yang meliputi wilayah yang luas, misalnya kekuasaan kekaisaran Romawi Kuno atau Kekaisaran Jerman di bawah pimpinan Karolus Agung. Kekuasaan bergandengan tangan dengan gereja Katolik, sehingga masyarakat menerima dan menaati penguasa yang mereka anggap sebagai titisan Tuhan di dunia.
Karena itu, kesadaran akan suatu wilayah (territory) sebagai milik suku atau etnis tertentu belum terbentuk di Eropa sebelum abad ke-17. Di awal abad ke-17 terjadi perang besar-besaran selama kurang lebih tiga puluh tahun antara suku bangsa-suku bangsa di Eropa. Misalnya, perang Perancis melawan Spanyol, Perancis melawan Belanda, Swiss melawan Jerman, dan Spanyol melawan Belanda, dan sebagainya. Untuk mengakhiri perang ini suku bangsa yang terlibat dalam perang akhirnya sepakat untuk duduk bersama dalam sebuah perjanjian yang diadakan di kota Westphalia di sebelah barat daya Jerman. Pada tahun 1648 disepakati Perjanjian Westphalia yang mengatur pembagian teritori dan daerah-daerah kekuasaan negara-negara Eropa yang umumnya masih dipertahankan sampai sekarang.
Meskipun demikian, negara-bangsa (nation-states) baru lahir pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Negara bangsa adalah negara-negara yang lahir karena semangat nasionalisme. Semangat nasionalisme yang pertama muncul di Eropa adalah nasionalisme romantis (romantic nationalism) yang kemudian dipercepat oleh munculnya revolusi Perancis dan penaklukan daerah-daerah selama era Napoleon Bonaparte. Beberapa gerakan nasionalisme pada waktu ini bersifat separatis, karena kesadaran nasionalisme mendorong gerakan untuk melepaskan diri dari kekaisaran atau kerajaan tertentu. Misalnya, setelah kejatuhan Napoleon Bonaparte, Kongres Wina (1814–1815) memutuskan bahwa Belgia yang sebelumnya dikuasai Perancis menjadi milik  Belanda, dan 15 tahun kemudian menjadi negara nasional yang merdeka. Atau, Revolusi Yunani tahun 1821–1829 di mana Yunani ingin melepaskan diri dari belenggu kekuasaan Kekaiseran Ottoman dari Turki. Sementara di belahan Eropa lain, nasionalisme muncul sebagai kesadaran untuk menyatukan wilayah atau daerah yang terpecah-belah. Misalnya, Italia dibawah pimpinan Giuseppe Mazzini, Camillo Cavour, dan Giusepe Garibaldi, mempersatukan dan membentuk Italia menjadi sebuah negara-kebangsaan tahun 1848. Di Jerman, kelompok-kelompok negara kecil akhirnya membentuk sebuah negara kesatuan Jerman dengan nama Prusia tahun 1871 di bawah Otto von Bismarck. Banyak negara kecil di bawah kekuasaan kekaisaran Austria pun membentuk negara bangsa sejak awal abad 19 sampai masa setelah Perang Dunia I. Sementara itu, Revolusi 1917 di Rusia telah melahirkan negara-bangsa Rusia.
Semangat nasionalisme menyebar ke seluruh dunia dan mendorong negara-negara Asia–Afrika memperjuangkan kemerdekaannya. Ini terjadi setelah Perang Dunia I dan selama Perang Dunia II. Hanya dalam dua puluh lima tahun pasca Perang Dunia II, ada sekitar 66 negara-bangsa yang lahir. Indonesia termasuk salah satu dari negara bangsa yang baru lahir pasca Perang Dunia II ini. Semangat nasionalisme telah mendorong negara-negara di bawah bekas Yugoslavia dan bekas Uni Soviet lahir sebagai negara-negara bangsa. Dapat dipastikan bahwa ke depan, nasionalisme akan terus menjadi ideologi yang menginspirasi dan mendorong gerakan pembentukan komunitas bersama berdasarkan karakteristik etnis, kultur, atau pun politik.
Demikianlah, negara-bangsa (nation-state) lahir sebagai bentuk dari kesadaran sebagai bangsa (nasionalisme). Umumnya negara-bangsa adalah produk zaman modern, karena lahir sejak akhir abad ke-18 dengan puncak pada era pasca Perang Dunia II. Dalam negara-bangsa yang berdaulat, nasionalisme tetap dipegang teguh sebagai ideologi yang mempersatukan segenap elemen masyarakat demi mewujudkan tujuan hidup bersama.
Inilah juga sebabnya mengapa dewasa ini negara-bangsa umumnya menjalankan kekuasaannya secara demokratis melalui sistem perwakilan. Ini mencegah tindakan otoriter elit atau penguasa yang mau memonopoli dan menyalahgunakan kekuasaannya, bahkan atas nama nasionalisme sekalipun. Nasionalisme yang demokratis dan berdasarkan konstitusi akan memposisikan masyarakat sebagai warga negara yang ikut aktif dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lahirnya paham nasionalisme di Eropa diikuti dengan terbentuknya negara-negara nasional atau negara kebangsaan. Bangsa-bangsa Eropa cenderung menindas bangsa-bangsa yang dijajah sehingga bangkitlah semangat nasionalisme di negara-negara jajahan. misalnya, gerakan nasionalisme di Asia dan Afrika, seperti Cina, India, Indonesia, Turki, dan Mesir. Adapun tindakan dari negara-negara di gerakan nasionalisme Asia dan Afrika tersebut yaitu:
1)   Nasionalisme Cina
Nasionalisme Cina lahir setelah rakyat Cina merasa kecewa terhadap penguasa Manchu antara tahun 1644-1912 yang dinilai bukan bangsa asli Cina dan semakin memuncak setelah Inggris mampu mengalahkan pasukan kaisar dalam Perang Candu tahun 1842. Salah satu tokoh nasionalis Cina adalah Dr. Sun Yat Sen yang berusaha membangun negara Cina modern dengan menggalang persatuan di antara kelompok Cina.
2)   Nasionalisme India
Gerakan politik muncul setelah berdirinya Indian National Congress (Partai Kongres). Organisasi Partai Kongres merupakan pencetus rasa kebanggaan rakyat India. Salah satu tokoh nasionalis India adalah Mahatma Gandhi. Dalam memperjuangkan kemerdekaan India, Mahatma Gandhi melancarkan gerakan Ahimsa, Satyagraha, Hartal, dan Swadesi.Ahimsa.
3)   Nasionalisme Turki
Nasionalisme Turki diawali oleh naik takhtanya Sultan Hamid II tahun 1876. Penindasan yang dilakukan oleh Sultan Hamid II mendorong sekelompok mahasiswa dan perwira militer Turki untuk memberontak terhadap Sultan Hamid II. Kelompok perlawanan yang paling menonjol adalah Gerakan Turki Muda. Akhirnya, Mustafa Kemal Pasha memanfaatkan untuk memimpin pergerakan nasional Turki yang semakin lemah akibat Perang Dunia I.
4)   Nasionalisme Mesir
Penjajahan Inggris di Terusan Suez memunculkan rasa nasionalisme bagi rakyat Mesir. Inggris ingin menguasai wilayah tersebut karena letaknya strategis sebagai wilayah transit perdagangan minyak. Pada tahun 1882, Mesir menuntut kemerdekaannya kepada Inggris. Akhirnya, tahun 1922 Mesir menjadi kerajaan di bawah persemakmuran Inggris. Pada tahun 1936, Mesir menjadi negara merdeka penuh.
Indonesia telah dijajah oleh bangsa Barat sejak abad XVII, namun kesadaran nasional sebagai sebuah bangsa baru muncul pada abad XX. Kesadaran itu muncul sebagai akibat dari sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah kolonial. Karena, melalui pendidikan muncul kelompok terpelajar atau intelektual yang menjadi motor penggerak nasionalisme Indonesia. Inilah yang kemudian dikenal dengan periode pergerakan nasional. Perjuangan tidak lagi dilakukan dengan perlawanan bersenjata tetapi dengan menggunakan organisasi modern.
Nasionalisme berhubungan dengan penemuan identitas nasional. Kesadaran akan identitas nasional ini dapat dipicu oleh letak geografis, misalnya sekelompok masyarakat hidup dalam sebuah wilayah yang sama menyadari keberadaannya sebagai satu bangsa. Ini mirip kesadaran sebagai keluarga besar. Tapi, kesadaran akan identitas nasional juga bisa lahir karena pengalaman pahit tertentu yang dialami secara bersama, meskipun masyarakat tidak hidup d-lam satu wilayah geografis yang sama. Inilah yang dialami oleh bangsa Indonesia. Pengalaman dijajah Belanda selama ratusan tahun telah melahirkan kesadaran akan identitas diri dan identitas nasional yang ingin melepaskan diri dari kolonialisme dan imperialisme apapun. Meskipun secara geografis Indonesia memiliki ribuan pulau dan ratusan ribu suku bangsa, interaksi masyarakat di Nusantara sejak perdagangan antarpulau dan antarbenua di sekitar abad ke-4 dan ke-5 masehi sampai masa-masa kejayaan kerajaan-kerajaan Sriwijaya dan Majapahit merupakan bagian dari proses pembentukan identitas kebangsaan Indonesia. Dari situlah identitas nasional Indonesia dirumuskan. Bahwa masyarakat yang mendiami wilayah di kepulauan Nusantara, meskipun beranekaragam, mereka tetaplah satu.
Nasionalisme berhubungan dengan kesadaran akan teritori. Ketika Napoleon Bonaparte menguasai banyak negara di Eropa, lahir kesadaran bahwa teritori atau tanah airnya sedang berada di bawah kekuasaan asing. Kesadaran ini memunculkan semangat untuk melepaskan diri dari penjajahan. Demikian pula Indonesia. Wilayah dari Sabang sampai Merauke yang diduduki dan dieksploitasi Belanda untuk kepentingannya telah melahirkan kesadaran akan sebuah tanah air (teritori) yang harus dibebaskan supaya masyarakatnya bisa membangun ke-hidupan bersama yang adil, damai, dan sejahtera. Jadi, kesadaran akan teritori ini tidak bersifat regional atau lokal—terbatas pada wilayah tertentu saja yang dihuni oleh kelompok suku atau etnis yang sama—tetapi kesadaran ke-Indonesia-an. Karena itu, arti “tanah airku” dalam nasionalisme Indonesia bukan terbatas tanah air (lokalitas)  tempat seseorang dilahirkan—desa tertentu atau pulau tertentu—tetapi sebuah tanah air Indonesia.  Akibatnya, masyarakat Indonesia yang mengidentifikasi diri sebagai berbang-sa Indonesia sungguh menyadari diri sebagai beraneka ragam suku, agama, ras, bahkan wilayah (territory).
Nasionalisme Indonesia yang lahir sejak tahun 1928 memang lebih bersifat nasionalisme politik. Artinya, kesadaran sebagai bangsa Indonesia yang diikrarkan para pemuda pada hari Sumpa Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 merupakan sebuah kesadaran politik untuk menggalang persatuan demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mohammad Yamin menyebut, bahwa nasionalisme Indonesia pada saat kelahiran Budi Utomo (10 Mei 1908) bersifat nasionalisme kultur. Nasionalisme kultur bangsa Indonesia sebenarnya sudah mulai terbentuk sejak abad perdagangan antarpulau di era abad ke-4 dan ke-5 masehi dan mencapai puncak pada zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Meskipun demikian, harus diingat bahwa nasionalisme tidak harus terbatas pada nasionalisme politik. Bahkan dalam sebuah negara bangsa pun masih ada kesadaran akan nasionalisme berdasarkan kesamaan suku, etnis, agama, atau pulau tertentu. Di dunia pun hal semacam ini tetap ada. Misalnya, orang Afrika yang menjadi warga negara Amerika Serikat merasa memiliki semangat kebangsaan Afrika, mengidentifikasi diri dan kemudian memproduksi kebudayaan khas Afro-Amerika dalam sebuah negara-bangsa Amerika Serikat. Mereka sama sekali tidak ingin melepaskan diri dan kewarganegaraannya dari Amerika Serikat. Di Indonesia pun hal semacam ini dapat terjadi. Kesadaran kebangsaan orang Aceh, orang Makassar, Minahasa, Madura, Jawa, Papua, atau Sunda, dapat dipahami sebagai kesadaran nasionalisme kultural. Kesadaran inilah yang memberi makna dan jati diri pada masyarakat. Negara tidak perlu takut bahwa kesadaran semacam ini akan berkembang ke arah separatisme dan upaya melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Yang penting negara sungguh-sungguh menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara baik dan benar.
Nasionalisme Indonesia muncul sebagai reaksi dari kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang ditimbulkan oleh adanya kolonialisme. Oleh karena itu, gerakan nasionalisme pada awal abad XX tidak bisa dipisahkan dari praktik kolonialisme sebab keduanya merupakan hubungan sebab akibat. Hanya saja, pada tahap awal nasionalisme berkembang pada tingkat elite yaitu kelompok bangsawan terpelajar.
Tahapan perkembangan nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut.
1)      Periode Awal Perkembangan
Dalam periode ini gerakan nasionalisme diwarnai dengan perjuangan untuk memperbaiki situasi sosial dan budaya. Organisasi yang muncul pada periode ini adalah Budi Utomo, Sarekat Dagang Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah.
2)      Periode Nasionalisme Politik
Periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia mulai bergerak dalam bidang politik untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Organisasi yang muncul pada periode ini adalah Indische Partij dan Gerakan Pemuda.
3)      Periode Radikal
Dalam periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia ditujukan untuk mencapai kemerdekaan baik itu secara kooperatif maupun non kooperatif (tidak mau bekerjasama dengan penjajah). Organisasi yang bergerak secara non kooperatif, seperti Perhimpunan Indonesia, PKI, PNI.
4)      Periode Bertahan
Periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia lebih bersikap moderat dan penuh pertimbangan. Diwarnai dengan sikap pemerintah Belanda yang sangat reaktif sehingga organisasi-organisasi pergerakan lebih berorientasi bertahan agar tidak dibubarkan pemerintah Belanda. Organisasi dan gerakan yang berkembang pada periode ini adalah Parindra, GAPI, Gerindo.
Dari perkembangan nasionalisme tersebut akhirnya mampu menggalang semangat persatuan dan cita-cita kemerdekaan sebagai bangsa Indonesia yang bersatu dari berbagai suku di Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar