NAMA :
Litha Verlisya PB
NIM :
120210302067
PRODI : FKIP Sejarah
MATA KULIAH : Sejarah Intelektual
NASIONALISME
Secara etimologi, nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan
“isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air;
memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa; memiliki
rasa solidaritas terhadap musibah dan kekurangberuntungan saudara setanah air,
sebangsa dan senegara; persatuan dan kesatuan. Nasionalisme dapat juga diartikan
sebagai paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan negara (nation)
dengan mewujudkan suatu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Dari pengertian tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi
individu yang harus diberikankepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa
individu sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk
mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya
kedaulatan negara dan bangsa.
Ada 2 (dua) macam arti nasionalisme
1) Nasionalisme
dalam arti sempit: paham kebangsaan yang berlebihan dengan memandang bangsa
sendiri lebih tinggi (unggul) dari bangsa lain. Paham ini disebut dengan
istilah “Chauvinisme”. Chauvinisme pernah dianut di Italia
(masa Bennito Mussolini); Jepang (masa Tenno Haika) dan Jerman (masa Adolf Hitler).
2)
Nasionalisme dalam arti luas : paham
kebangsaan yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu terhadap bangsa dan
tanah airnnya dengan memandang bangsanya itu merupakan bagian dari bangsa lain
di dunia. Nasionalisme arti luas mengandung prinsip-prinsip: kebersamaan;
persatuan dan kesatuan; dan demokrasi (demokratis).
Kebanyakan
teori menyebutkan bahwa nasionalisme dan nilai-nilainya berasal dari Eropa.
Sebelum abad ke-17, belum terbentuk satu negara nasional pun di Eropa. Yang ada
pada periode itu adalah kekuasaan kekaisaran-kekaisaran yang meliputi wilayah
yang luas, misalnya kekuasaan kekaisaran Romawi Kuno atau Kekaisaran Jerman di
bawah pimpinan Karolus Agung. Kekuasaan bergandengan tangan dengan gereja
Katolik, sehingga masyarakat menerima dan menaati penguasa yang mereka anggap
sebagai titisan Tuhan di dunia.
Karena
itu, kesadaran akan suatu wilayah (territory) sebagai milik suku atau
etnis tertentu belum terbentuk di Eropa sebelum abad ke-17. Di awal abad ke-17
terjadi perang besar-besaran selama kurang lebih tiga puluh tahun antara suku
bangsa-suku bangsa di Eropa. Misalnya, perang Perancis melawan Spanyol, Perancis
melawan Belanda, Swiss melawan Jerman, dan Spanyol melawan Belanda, dan
sebagainya. Untuk mengakhiri perang ini suku bangsa yang terlibat dalam perang
akhirnya sepakat untuk duduk bersama dalam sebuah perjanjian yang diadakan di
kota Westphalia di sebelah barat daya Jerman. Pada tahun 1648 disepakati
Perjanjian Westphalia yang mengatur pembagian teritori dan daerah-daerah
kekuasaan negara-negara Eropa yang umumnya masih dipertahankan sampai sekarang.
Meskipun
demikian, negara-bangsa (nation-states) baru lahir pada akhir abad ke-18
dan awal abad ke-19. Negara bangsa adalah negara-negara yang lahir karena
semangat nasionalisme. Semangat nasionalisme yang pertama muncul di Eropa
adalah nasionalisme romantis (romantic nationalism) yang kemudian
dipercepat oleh munculnya revolusi Perancis dan penaklukan daerah-daerah selama
era Napoleon Bonaparte. Beberapa gerakan nasionalisme pada waktu ini bersifat
separatis, karena kesadaran nasionalisme mendorong gerakan untuk melepaskan
diri dari kekaisaran atau kerajaan tertentu. Misalnya, setelah kejatuhan
Napoleon Bonaparte, Kongres Wina (1814–1815) memutuskan bahwa Belgia yang
sebelumnya dikuasai Perancis menjadi milik Belanda, dan 15 tahun kemudian
menjadi negara nasional yang merdeka. Atau, Revolusi Yunani tahun 1821–1829 di
mana Yunani ingin melepaskan diri dari belenggu kekuasaan Kekaiseran Ottoman
dari Turki. Sementara di belahan Eropa lain, nasionalisme muncul sebagai
kesadaran untuk menyatukan wilayah atau daerah yang terpecah-belah. Misalnya,
Italia dibawah pimpinan Giuseppe Mazzini, Camillo Cavour, dan Giusepe
Garibaldi, mempersatukan dan membentuk Italia menjadi sebuah
negara-kebangsaan tahun 1848. Di Jerman, kelompok-kelompok negara kecil
akhirnya membentuk sebuah negara kesatuan Jerman dengan nama Prusia tahun 1871
di bawah Otto von Bismarck. Banyak negara kecil di bawah kekuasaan kekaisaran
Austria pun membentuk negara bangsa sejak awal abad 19 sampai masa setelah
Perang Dunia I. Sementara itu, Revolusi 1917 di Rusia telah melahirkan
negara-bangsa Rusia.
Semangat
nasionalisme menyebar ke seluruh dunia dan mendorong negara-negara Asia–Afrika
memperjuangkan kemerdekaannya. Ini terjadi setelah Perang Dunia I dan selama
Perang Dunia II. Hanya dalam dua puluh lima tahun pasca Perang Dunia II, ada
sekitar 66 negara-bangsa yang lahir. Indonesia termasuk salah satu dari negara
bangsa yang baru lahir pasca Perang Dunia II ini. Semangat nasionalisme telah
mendorong negara-negara di bawah bekas Yugoslavia dan bekas Uni Soviet lahir
sebagai negara-negara bangsa. Dapat dipastikan bahwa ke depan, nasionalisme
akan terus menjadi ideologi yang menginspirasi dan mendorong gerakan
pembentukan komunitas bersama berdasarkan karakteristik etnis, kultur, atau pun
politik.
Demikianlah,
negara-bangsa (nation-state) lahir sebagai bentuk dari kesadaran sebagai
bangsa (nasionalisme). Umumnya negara-bangsa adalah produk zaman modern, karena
lahir sejak akhir abad ke-18 dengan puncak pada era pasca Perang Dunia II.
Dalam negara-bangsa yang berdaulat, nasionalisme tetap dipegang teguh sebagai
ideologi yang mempersatukan segenap elemen masyarakat demi mewujudkan tujuan
hidup bersama.
Inilah juga sebabnya mengapa dewasa ini negara-bangsa umumnya
menjalankan kekuasaannya secara demokratis melalui sistem perwakilan. Ini
mencegah tindakan otoriter elit atau penguasa yang mau memonopoli dan
menyalahgunakan kekuasaannya, bahkan atas nama nasionalisme sekalipun.
Nasionalisme yang demokratis dan berdasarkan konstitusi akan memposisikan
masyarakat sebagai warga negara yang ikut aktif dalam seluruh kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Lahirnya paham nasionalisme di
Eropa diikuti dengan terbentuknya negara-negara nasional atau negara
kebangsaan. Bangsa-bangsa Eropa cenderung menindas bangsa-bangsa yang dijajah
sehingga bangkitlah semangat nasionalisme di negara-negara jajahan. misalnya, gerakan
nasionalisme di Asia dan Afrika, seperti Cina, India, Indonesia, Turki, dan
Mesir. Adapun tindakan dari negara-negara di gerakan nasionalisme Asia dan
Afrika tersebut yaitu:
1) Nasionalisme
Cina
Nasionalisme Cina lahir setelah rakyat Cina merasa
kecewa terhadap penguasa Manchu antara tahun 1644-1912 yang dinilai bukan
bangsa asli Cina dan semakin memuncak setelah Inggris mampu mengalahkan pasukan
kaisar dalam Perang Candu tahun 1842. Salah satu tokoh nasionalis Cina adalah
Dr. Sun Yat Sen yang berusaha membangun negara Cina modern dengan menggalang
persatuan di antara kelompok Cina.
2) Nasionalisme
India
Gerakan politik muncul setelah berdirinya Indian
National Congress (Partai Kongres). Organisasi Partai Kongres
merupakan pencetus rasa kebanggaan rakyat India. Salah satu tokoh nasionalis
India adalah Mahatma Gandhi. Dalam memperjuangkan kemerdekaan India, Mahatma
Gandhi melancarkan gerakan Ahimsa, Satyagraha, Hartal, dan
Swadesi.Ahimsa.
3) Nasionalisme
Turki
Nasionalisme Turki diawali oleh naik takhtanya Sultan
Hamid II tahun 1876. Penindasan yang dilakukan oleh Sultan Hamid II mendorong
sekelompok mahasiswa dan perwira militer Turki untuk memberontak terhadap
Sultan Hamid II. Kelompok perlawanan yang paling menonjol adalah Gerakan Turki
Muda. Akhirnya, Mustafa Kemal Pasha memanfaatkan untuk memimpin pergerakan
nasional Turki yang semakin lemah akibat Perang Dunia I.
4) Nasionalisme
Mesir
Penjajahan Inggris di Terusan Suez memunculkan rasa
nasionalisme bagi rakyat Mesir. Inggris ingin menguasai wilayah tersebut karena
letaknya strategis sebagai wilayah transit perdagangan minyak. Pada tahun 1882,
Mesir menuntut kemerdekaannya kepada Inggris. Akhirnya, tahun 1922 Mesir
menjadi kerajaan di bawah persemakmuran Inggris. Pada tahun 1936, Mesir menjadi
negara merdeka penuh.
Indonesia
telah dijajah oleh bangsa Barat sejak abad XVII, namun kesadaran nasional
sebagai sebuah bangsa baru muncul pada abad XX. Kesadaran itu muncul sebagai
akibat dari sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah kolonial.
Karena, melalui pendidikan muncul kelompok terpelajar atau intelektual yang
menjadi motor penggerak nasionalisme Indonesia. Inilah yang kemudian dikenal
dengan periode pergerakan nasional. Perjuangan tidak lagi dilakukan dengan
perlawanan bersenjata tetapi dengan menggunakan organisasi modern.
Nasionalisme
berhubungan dengan penemuan identitas nasional. Kesadaran akan identitas
nasional ini dapat dipicu oleh letak geografis, misalnya sekelompok masyarakat
hidup dalam sebuah wilayah yang sama menyadari keberadaannya sebagai satu
bangsa. Ini mirip kesadaran sebagai keluarga besar. Tapi, kesadaran akan
identitas nasional juga bisa lahir karena pengalaman pahit tertentu yang
dialami secara bersama, meskipun masyarakat tidak hidup d-lam satu wilayah
geografis yang sama. Inilah yang dialami oleh bangsa Indonesia. Pengalaman
dijajah Belanda selama ratusan tahun telah melahirkan kesadaran akan identitas
diri dan identitas nasional yang ingin melepaskan diri dari kolonialisme dan
imperialisme apapun. Meskipun secara geografis Indonesia memiliki ribuan pulau
dan ratusan ribu suku bangsa, interaksi masyarakat di Nusantara sejak
perdagangan antarpulau dan antarbenua di sekitar abad ke-4 dan ke-5 masehi
sampai masa-masa kejayaan kerajaan-kerajaan Sriwijaya dan Majapahit merupakan
bagian dari proses pembentukan identitas kebangsaan Indonesia. Dari situlah
identitas nasional Indonesia dirumuskan. Bahwa masyarakat yang mendiami wilayah
di kepulauan Nusantara, meskipun beranekaragam, mereka tetaplah satu.
Nasionalisme
berhubungan dengan kesadaran akan teritori. Ketika Napoleon Bonaparte menguasai
banyak negara di Eropa, lahir kesadaran bahwa teritori atau tanah airnya sedang
berada di bawah kekuasaan asing. Kesadaran ini memunculkan semangat untuk
melepaskan diri dari penjajahan. Demikian pula Indonesia. Wilayah dari Sabang
sampai Merauke yang diduduki dan dieksploitasi Belanda untuk kepentingannya
telah melahirkan kesadaran akan sebuah tanah air (teritori) yang harus
dibebaskan supaya masyarakatnya bisa membangun ke-hidupan bersama yang adil, damai,
dan sejahtera. Jadi, kesadaran akan teritori ini tidak bersifat regional atau
lokal—terbatas pada wilayah tertentu saja yang dihuni oleh kelompok suku atau
etnis yang sama—tetapi kesadaran ke-Indonesia-an. Karena itu, arti “tanah
airku” dalam nasionalisme Indonesia bukan terbatas tanah air (lokalitas)
tempat seseorang dilahirkan—desa tertentu atau pulau tertentu—tetapi sebuah
tanah air Indonesia. Akibatnya, masyarakat Indonesia yang
mengidentifikasi diri sebagai berbang-sa Indonesia sungguh menyadari diri
sebagai beraneka ragam suku, agama, ras, bahkan wilayah (territory).
Nasionalisme Indonesia yang lahir sejak tahun 1928 memang
lebih bersifat nasionalisme politik. Artinya, kesadaran sebagai bangsa
Indonesia yang diikrarkan para pemuda pada hari Sumpa Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928 merupakan sebuah kesadaran politik untuk menggalang persatuan demi
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mohammad Yamin menyebut, bahwa
nasionalisme Indonesia pada saat kelahiran Budi Utomo (10 Mei 1908) bersifat nasionalisme
kultur. Nasionalisme kultur bangsa Indonesia sebenarnya sudah mulai terbentuk
sejak abad perdagangan antarpulau di era abad ke-4 dan ke-5 masehi dan mencapai
puncak pada zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Meskipun
demikian, harus diingat bahwa nasionalisme tidak harus terbatas pada
nasionalisme politik. Bahkan dalam sebuah negara bangsa pun masih ada kesadaran
akan nasionalisme berdasarkan kesamaan suku, etnis, agama, atau pulau tertentu.
Di dunia pun hal semacam ini tetap ada. Misalnya, orang Afrika yang menjadi
warga negara Amerika Serikat merasa memiliki semangat kebangsaan Afrika,
mengidentifikasi diri dan kemudian memproduksi kebudayaan khas Afro-Amerika
dalam sebuah negara-bangsa Amerika Serikat. Mereka sama sekali tidak ingin melepaskan
diri dan kewarganegaraannya dari Amerika Serikat. Di Indonesia pun hal semacam
ini dapat terjadi. Kesadaran kebangsaan orang Aceh, orang Makassar, Minahasa,
Madura, Jawa, Papua, atau Sunda, dapat dipahami sebagai kesadaran nasionalisme
kultural. Kesadaran inilah yang memberi makna dan jati diri pada masyarakat.
Negara tidak perlu takut bahwa kesadaran semacam ini akan berkembang ke arah
separatisme dan upaya melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Yang penting negara sungguh-sungguh menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya secara baik dan benar.
Nasionalisme
Indonesia muncul sebagai reaksi dari kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang
ditimbulkan oleh adanya kolonialisme. Oleh karena itu, gerakan nasionalisme
pada awal abad XX tidak bisa dipisahkan dari praktik kolonialisme sebab
keduanya merupakan hubungan sebab akibat. Hanya saja, pada tahap awal
nasionalisme berkembang pada tingkat elite yaitu kelompok bangsawan terpelajar.
Tahapan
perkembangan nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut.
1) Periode Awal Perkembangan
Dalam
periode ini gerakan nasionalisme diwarnai dengan perjuangan untuk memperbaiki
situasi sosial dan budaya. Organisasi yang muncul pada periode ini adalah Budi
Utomo, Sarekat Dagang Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah.
2) Periode Nasionalisme Politik
Periode
ini, gerakan nasionalisme di Indonesia mulai bergerak dalam bidang politik
untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Organisasi yang muncul pada periode ini
adalah Indische Partij dan Gerakan Pemuda.
3) Periode Radikal
Dalam
periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia ditujukan untuk mencapai
kemerdekaan baik itu secara kooperatif maupun non kooperatif (tidak mau
bekerjasama dengan penjajah). Organisasi yang bergerak secara non kooperatif,
seperti Perhimpunan Indonesia, PKI, PNI.
4) Periode Bertahan
Periode ini, gerakan nasionalisme di
Indonesia lebih bersikap moderat dan penuh pertimbangan. Diwarnai dengan sikap
pemerintah Belanda yang sangat reaktif sehingga organisasi-organisasi
pergerakan lebih berorientasi bertahan agar tidak dibubarkan pemerintah
Belanda. Organisasi dan gerakan yang berkembang pada periode ini adalah
Parindra, GAPI, Gerindo.
Dari perkembangan nasionalisme
tersebut akhirnya mampu menggalang semangat persatuan dan cita-cita kemerdekaan
sebagai bangsa Indonesia yang bersatu dari berbagai suku di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar